Senin, 23 Desember 2019

MAKALAH STUNTING




MAKALAH
“STUNTING”
Diajukan sebagai tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
Kesehatan dan Gizi Anak





Disusun Oleh :
Deyana Nur Fitriani  (1819020002)
Dosen Pengampu :
Rica Nelvita, M. Pd.



PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
ISLAMIC VILLAGE
TANGERANG – BANTEN
1441 H/2019 M






BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pengasuhan anak didefinisikan sebagai perilaku yang dipraktikan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek, atau orang lain) dalam memberikan makanan, pemeliharaan kesehatan, memberikan stimuli serta dukungan emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh kembang. Juga termasuk di dalamnya tentang kasih sayang dan tanggung jawab orang tua.Pengasuhan yang baik sangat penting untuk dapat menjamin tumbuh kembang anak yang optimal. Misalnya pada keluarga miskin, yang ketersediaan pangan di rumah tangga belum tentu mencukupi, namun ibu yang tahu bagaimana mengasuh anaknya, dapat memanfaatkan sumbersumber yang terbatas untuk dapat menjamin tumbuh kembang anak yang optimal. Sebagai contoh, menyusui anak adalah praktik memberikan makanan, kesehatan, dan pengasuhan yang terjadi bersamaan. Perilaku ibu seperti cara memelihara kebersihan rumah, higiene makanan, kebersihan perorangan, dan praktik psikososial adalah faktor - faktor penting yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak.
Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Kekurangan gizi dalam waktu yang lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani. Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak.
Stunting merupakan hal yang dianggap orangtua sebagai sesuatu yang biasa. Orangtua menganggap bahwa anak mereka masih bisa mengalami pertumbuhan sebab usianya masih balita padahal bila stunting tidak terdeteksi secara dini, minimal sebelum berusia 2 tahun, maka perbaikan untuk gizinya akan mengalami keterlambatan untuk tahun berikutnya.


B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah adalah:
  1. Apa yang dimaksud dengan stunting ?
  2. Bagaimana dengan Upaya Intervensi yang harus dilakukan?

C.    TUJUAN
  1. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan stunting
  2. Mengetahui Upaya Intervensi yang harus dilakukan


BAB II
PEMBAHASAN

A.    STUNTING
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan (Hoffman et al, 2000; Bloem et al, 2013). Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai (Kusharisupeni, 2002; Hoffman et al, 2000).
Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita stunting adalah berdasarkan indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U) menurut standar WHO child growth standart dengan kriteria stunting jika nilai z score TB/U < -2 Standard Deviasi (SD) (Picauly & Toy, 2013; Mucha, 2013).
Periode 0-24 bulan merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan sehingga disebut dengan periode emas. Periode ini merupakan periode yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat pada usia ini (Mucha, 2013; LPMM, 2015).
Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan. Ada lima faktor utama penyebab stunting yaitu kemiskinan, sosial dan budaya, peningkatan paparan terhadap penyakit infeksi, kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Faktor yang berhubungan dengan status gizi kronis pada anak balita tidak sama antara wilayah perkotaan dan pedesaan, sehingga upaya penanggulangannya harus disesuaikan dengan faktor yang mempengaruhi. Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Selain itu, stunting dapat berpengaruh pada anak balita pada jangka panjang yaitu mengganggu kesehatan, pendidikan serta produktifitasnya di kemudian hari. Anak balita stunting cenderung akan sulit mencapai potensi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal baik secara fisik maupun psikomotorik. (Aridiyah et al, 2015).
Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak. Untuk mencegahnya, perbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari buah dan sayur lokal sejak dalam kandungan. Kemudian diperlukan pula kecukupan gizi remaja perempuan agar ketika dia mengandung ketika dewasa tidak kekurangan gizi. Selain itu butuh perhatian pada lingkungan untuk menciptakan akses sanitasi dan air bersih. (Kemkes, 2018).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai zscorenya kurang dari - 3SD.

B.     UPAYA INTERVENSI
Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan. Oleh karenanya upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan di sektor kesehatan, namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70% nya merupakan kontribusi intervensi gizi sensitif yang melibatkan berbagai sektor seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan sebagainya.
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi yang 270 hari.
Upaya intervensi tersebut meliputi :
1.      Pada saat ibu hamil Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut.Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan.Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakitkepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan.Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.
2.      Pada saat bayi lahir Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif)
3.      Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, imunisasi dasar lengkap.
4.      Memantau pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhanWalaupun remaja putri secara eksplisit tidak disebutkan dalam 1.000 HPK , namun status gizi remaja putri atau pra nikah memiliki kontribusi besar pada kesehatan dan keselamatan kehamilan dan kelahiran, apabila remaja putri menjadi ibu.
5.      Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.




BAB III
PENUTUP

Stunting adalah bentuk kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Kekurangan nutrisi bisa terjadi ketika bayi masih di dalam kandungan maupun setelah lahir. Untuk itu sebegai seorang ibu harus memperhatikan Gizi anaknya dengan baik. Agar anak dapat tumbuh dengan normal dan sehat. Dengan adanya stunting maka ada upaya intervensi yang meliputi pemantauan pada saat ibu hamil, pada saat bayi lahir, pada saat bayi berusia 6 bulan sampai 2 tahun, memantau pertumbuhan balita di posyandu, dan perilaku hidup bersih dan sehat. Sehingga dapat mengurangi prevalensi stunting Yan terjadi di Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA

Aridiyah et at. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas. eJurnal Pustaka Kesehatan. 3(1). 163-170.
Fitri, Lidia. 2018. Hubungan BBLR dan asi eksklusif dengan kejadian stunting di Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Jurnal Endurance 3(1). 131-137.
LPPM Stikes Hangtuah Pekanbaru. Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan) Stunting Problems and Interventions to Prevent Stunting (A Literature Review). Junal Kesehatan Komunitas. 2(6). 254-261.
Ni’mah, Khoirun dan Nadhirih, siti rahayu. 2015. Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Media Gizi Indonesia. 10(1). 13-19).
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Syarfaini. 2014. Gambaran pola pengasuhan gizi pada anak balita di Kecamatan Tapalang Kab. Mamuju Prop. Suwalwesi Barat. Jurnal Kesehatan. VII(1). 267-276.
Tanuwijaya, S. 2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC
 Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 100 Kabupaten/ Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia: Jakarta Pusat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar