MAKALAH
“STUNTING”
Diajukan sebagai tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
“Kesehatan dan Gizi Anak”
Disusun Oleh :
Deyana Nur Fitriani (1819020002)
Dosen
Pengampu :
Rica Nelvita, M. Pd.
PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
ISLAMIC VILLAGE
TANGERANG – BANTEN
1441 H/2019 M
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengasuhan anak didefinisikan
sebagai perilaku yang dipraktikan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek, atau orang
lain) dalam memberikan makanan, pemeliharaan kesehatan, memberikan stimuli
serta dukungan emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh kembang. Juga
termasuk di dalamnya tentang kasih sayang dan tanggung jawab orang
tua.Pengasuhan yang baik sangat penting untuk dapat menjamin tumbuh kembang
anak yang optimal. Misalnya pada keluarga miskin, yang ketersediaan pangan di
rumah tangga belum tentu mencukupi, namun ibu yang tahu bagaimana mengasuh
anaknya, dapat memanfaatkan sumbersumber yang terbatas untuk dapat menjamin
tumbuh kembang anak yang optimal. Sebagai contoh, menyusui anak adalah praktik
memberikan makanan, kesehatan, dan pengasuhan yang terjadi bersamaan. Perilaku
ibu seperti cara memelihara kebersihan rumah, higiene makanan, kebersihan
perorangan, dan praktik psikososial adalah faktor - faktor penting yang
berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak.
Stunting merupakan kondisi gagal
pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam
waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan
memiliki keterlambatan dalam berpikir. Kekurangan gizi dalam waktu yang lama itu
terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari
Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan
bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan
dan sumber protein hewani. Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama
pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab
anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu
yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan
sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak.
Stunting merupakan hal yang dianggap
orangtua sebagai sesuatu yang biasa. Orangtua menganggap bahwa anak mereka
masih bisa mengalami pertumbuhan sebab usianya masih balita padahal bila
stunting tidak terdeteksi secara dini, minimal sebelum berusia 2 tahun, maka
perbaikan untuk gizinya akan mengalami keterlambatan untuk tahun berikutnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah
adalah:
- Apa yang dimaksud dengan
stunting ?
- Bagaimana dengan Upaya
Intervensi yang harus dilakukan?
C. TUJUAN
- Mengetahui Apa yang
dimaksud dengan stunting
- Mengetahui Upaya Intervensi
yang harus dilakukan
BAB II
PEMBAHASAN
A. STUNTING
Stunting merupakan bentuk kegagalan
pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang
berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan (Hoffman et al,
2000; Bloem et al, 2013). Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya
kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai (Kusharisupeni, 2002; Hoffman et
al, 2000).
Indikator yang digunakan untuk
mengidentifikasi balita stunting adalah berdasarkan indeks Tinggi badan menurut
umur (TB/U) menurut standar WHO child growth standart dengan kriteria stunting
jika nilai z score TB/U < -2 Standard Deviasi (SD) (Picauly & Toy, 2013;
Mucha, 2013).
Periode 0-24 bulan merupakan periode
yang menentukan kualitas kehidupan sehingga disebut dengan periode emas.
Periode ini merupakan periode yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan
terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk
itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat pada usia ini (Mucha, 2013; LPMM,
2015).
Stunting pada anak balita merupakan
konsekuensi dari beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan kemiskinan
termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan. Ada lima faktor utama
penyebab stunting yaitu kemiskinan, sosial dan budaya, peningkatan paparan
terhadap penyakit infeksi, kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan. Faktor yang berhubungan dengan status gizi kronis pada
anak balita tidak sama antara wilayah perkotaan dan pedesaan, sehingga upaya
penanggulangannya harus disesuaikan dengan faktor yang mempengaruhi. Stunting
adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi
dalam masyarakat. Selain itu, stunting dapat berpengaruh pada anak balita pada
jangka panjang yaitu mengganggu kesehatan, pendidikan serta produktifitasnya di
kemudian hari. Anak balita stunting cenderung akan sulit mencapai potensi
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal baik secara fisik maupun
psikomotorik. (Aridiyah et al, 2015).
Faktor lainnya yang menyebabkan
stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental
pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. Selain itu,
rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air
bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.
Untuk mencegahnya, perbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari buah dan
sayur lokal sejak dalam kandungan. Kemudian diperlukan pula kecukupan gizi
remaja perempuan agar ketika dia mengandung ketika dewasa tidak kekurangan
gizi. Selain itu butuh perhatian pada lingkungan untuk menciptakan akses
sanitasi dan air bersih. (Kemkes, 2018).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan
severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila
seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan
dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Balita pendek adalah balita
dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya
bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference
Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat
pendek jika nilai zscorenya kurang dari - 3SD.
B. UPAYA INTERVENSI
Masalah balita pendek menggambarkan
adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin,
dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita.
Seperti masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga
dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi
kesehatan. Oleh karenanya upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah
dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya
untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi
sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan di sektor kesehatan,
namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70% nya merupakan kontribusi
intervensi gizi sensitif yang melibatkan berbagai sektor seperti ketahanan
pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan,
pendidikan, sosial, dan sebagainya.
Upaya intervensi gizi spesifik untuk
balita pendek difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK),
yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan
balita pendek yang paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK
meliputi yang 270 hari.
Upaya intervensi tersebut meliputi :
1.
Pada
saat ibu hamil Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik
dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga
apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi
Kronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil
tersebut.Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet
selama kehamilan.Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami
sakitkepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah
darah, minimal 90 tablet selama kehamilan.Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar
ibu tidak mengalami sakit.
2.
Pada
saat bayi lahir Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu
bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).Bayi sampai dengan usia 6
bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif)
3.
Bayi
berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi
diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai
bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak
memperoleh kapsul vitamin A, imunisasi dasar lengkap.
4.
Memantau
pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk
mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhanWalaupun remaja putri secara
eksplisit tidak disebutkan dalam 1.000 HPK , namun status gizi remaja putri
atau pra nikah memiliki kontribusi besar pada kesehatan dan keselamatan
kehamilan dan kelahiran, apabila remaja putri menjadi ibu.
5.
Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga
termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta
menjaga kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit terutama penyakit
infeksi yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan
tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya
pertumbuhan.
BAB III
PENUTUP
Stunting
adalah bentuk kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi
yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Kekurangan
nutrisi bisa terjadi ketika bayi masih di dalam kandungan maupun setelah lahir.
Untuk itu sebegai seorang ibu harus memperhatikan Gizi anaknya dengan baik.
Agar anak dapat tumbuh dengan normal dan sehat. Dengan adanya stunting maka ada
upaya intervensi yang meliputi pemantauan pada saat ibu hamil, pada saat bayi
lahir, pada saat bayi berusia 6 bulan sampai 2 tahun, memantau pertumbuhan
balita di posyandu, dan perilaku hidup bersih dan sehat. Sehingga dapat
mengurangi prevalensi stunting Yan terjadi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Aridiyah et at.
2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di
Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on Toddlers in
Rural and Urban Areas. eJurnal Pustaka Kesehatan. 3(1). 163-170.
Fitri, Lidia.
2018. Hubungan BBLR dan asi eksklusif dengan kejadian stunting di Puskesmas
Lima Puluh Pekanbaru. Jurnal Endurance 3(1). 131-137.
LPPM Stikes
Hangtuah Pekanbaru. Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk
Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan) Stunting Problems and
Interventions to Prevent Stunting (A Literature Review). Junal Kesehatan
Komunitas. 2(6). 254-261.
Ni’mah, Khoirun
dan Nadhirih, siti rahayu. 2015. Faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita. Media Gizi Indonesia. 10(1). 13-19).
Soetjiningsih.
1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Syarfaini. 2014. Gambaran pola
pengasuhan gizi pada anak balita di Kecamatan Tapalang Kab. Mamuju Prop.
Suwalwesi Barat. Jurnal Kesehatan. VII(1). 267-276.
Tanuwijaya, S.
2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan. 2017. 100 Kabupaten/ Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil
(Stunting). Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia: Jakarta Pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar